Ini bermula dari obrolan ringan di pojok kantin Nenek. Salah satu dari kami spontan berucap, kita naik gunung yuk? diikuti kebingungan dan rasa penasaran reflek saya menjawab “boleh juga” karena menurut saya, olahraga merupakan salah satu kegiatanyg wajib ada, dan dengan melakukan pendakian, saya fikir akan membuat pengalaman berolahraga saya semakin menarik. Saya kira ini hanya akan jadi omong kosong tanpa realisasi karena saat itu kami hanya anak SMK yg blm punya penghasilan. Seiring waktu berjalan, kami berempat kemudian lulus sekolah dengan jalan ceritanya masing-masing, wek.
Singkat cerita, saya kemudian bekerja untuk salah satu perusahaan swasta di Jakarta Selatan. Di jam istirahat ketika membuka handphone, saya melihat salah satu status teman lama yang baru saja menyelesaikan pendakian ke Gunung Rinjani. Dalam hati saya mengumpat dan tidak terima karena tidak diajak dan dikomunikasikan. Dari sini, keinginan untuk melakukan pendakian pertama saya semakin kuat, hah.
Saya kemudian melakukan konsultasi dengan beberapa orang yang sudah berpengalaman dan mencari pengetahuan dasar tentang pendakian gunung. Selain itu, saya juga berusaha mencari tahu melalui internet tentang perlengkapan pendakian Individu, kelompok, pengetahuan survival dan tentang konservasi Taman Nasional. Ada beberapa Gunung yg masuk daftar, mulai dari Papandayan, Cikuray, dan Gede Pangrango. Tapi akhirnya, keputusan mendaki gunung gede sebagai pilihan paling masuk akal untuk pemula seperti saya karena jarak yg dekat, budget elit dan familiar.
Taraa, sudah berkumpul 13 orang yang akan melakukan pendakian dengan catatan 2 orang sudah berpengalaman, lalu 11 orang sisanya tanpa pengalaman termasuk saya, wkwk. Perjalanan dimulai dari titik kumpul menuju terminal kampung rambutan, dilanjutkan mencari angkutan umum menuju puncak cibodas. Angkutan umum dari Terminal Kp. Rambutan menuju Cibodas beranama Bis PO. Marita dengan tarif Rp. 35.000 per orang. Sampai di Cibodas Puncak, masih harus carter mobil menuju basecamp berupa angkot dengan tarif Rp. 150.000 per mobil. Masuk kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango bayar lagi, Rp. 10.000 per orang. Simaksi Pendakian dikenakan tarif Rp. 32.500 per orang. Makan dan bermalam di warung dengan biaya 20.000an. Sarapan pagi dengan nasi dan lauk biaya yang sama Rp. 20.000an per orang. Untuk estimasi biaya transport, nantinya dikali dua karena akan ada biaya pulang ke rumah.
Sampai di basecamp malam hari, beberapa teman sudah merasakan gemetar, pusing dan pegal. Gejalanya mirip orang kehabisan uang diakhir bulan, hhe. Penyebabnya adalah suhu yang dingin di bulan Desember membuat teman-teman menjadi kurang sehat. Disisi lain, gejala tersebut dianggap sebagai fase aklimatisasi. Segera kami atasi dengan menghangatkan tubuh menggunakan selimut alumunium foil atau Emergency Thermal Blanket (ETB). Benar saja, teman kami yg kurang sehat segera membaik ketika badannya kembali hangat dan bisa tidur malam itu, sebelum memulai pendakian besok pagi.
Pagi ini dimulai dengan perenggangan, sarapan dan doa. Berharap pendakian berjalan dengan baik dan selamat. Perjalanan peratama dengan menggunakan tas carrier berisi perlengkapan dan boleh minjem, membuat semakin terasa berat kaki melangkah. Medan berupa batu bersusun seperti anak tangga sampai air terjun panas. Sret, salah satu teman kami hampir jatuh saat melintas di air terjun panas sebelum kandang badak, beruntung masih sempat pegangan tali pengaman. Jika tidak, mungkin sudah wasalam jatuh ke jurang, ini menjadi satu-satunya tempat yg saya anggap paling berbahaya dan wajib berhati-hati selama pendakian. Selebihnya medan biasa saja dan aman. Akhirnya kita pun sampai tempat camping untuk mendirikan tenda dan bermalam.
Pos Kandang Badak adalah tempat pendaki gunung gede bermalam dan mendirikan sebelum melakukan summit ke puncak karena disini tempatnya cukup luas untuk mendirikan tenda serta dekat dengan sumber air yg melimpah. Meski begitu, tanah disini sangat basah seperti lumpur, membuat tenda mudah tembus air dari bawah. Disini juga banyak pedagang berjualan air dan mie instant beserta air panasnya, hha. Yang membedakan harga nya disini jauh lebih mahal dibandingkan warung disekitar basecamp. Mungkin karena membawa makanan dan minuman dari bawah basecamp sampai ke atas gunung butuh tenaga yang harus dibayar pantas. Namanya juga orang usaha, bree, boleeeeee.
Tenda berdiri dan semua perlengkapan sudah dikeluarkan. Ternyata, logistik dan makanan yg kita siapkan jauh dari kebutuhan dilapangan, hhm. Alat yang digunakan untuk memasak nasi tidak dilengkapi dengan dandang atau besi yg ada lubang pori nya. Memang bisa diatasi jika ada yang mempunyai skill memasak nasi tanpa menggunakan dandang, tapi dikelompok kami tidak ada yg bisa masak nasi tanpa dandang, hhe. Bahan Makanan sedikit dan Bumbu dapur alami atau instant pun tidak disiapkan, alhasil masakan yg ada hanya sedikit dan tidak enak. Alhasil, malam itu kelompok dalam keadaan kelaparan. Kondisi ini semakin parah ketika hujan datang dan tenda kami kemasukkan air lewat bawah terpal, karena tanahnya tergenang air. Desember akhir tahun, malam itu saya ingat sebagai pengalaman tidak menyenangkan dan penuh pembelajaran pendakian.
Packing ulang, untuk persiapan pergi ke puncak gunung (summit attack) untuk nantinya kita lintas dan turun gunung ke basecamp lain. Fyi, jika naik dan turun pendakian ditempat yang sama biasanya disebut tektok. Namun, jika naik dan turun pendakian dengan tempat berbeda, maka disebut lintas. Saat itu, ada 3 jalur resmi (start basecamp), yaitu :
- via Cibodas (Kabupaten Cianjur)
- via Gunung Putri (Kabupaten Cianjur)
- via Selabintana (Sukabumi)
Perjalanan menuju puncak semakin menanjak dan tidak landai. Jika ada yg bilang summit attack lebih sulit dibandingkan perjalanan pendakian awal, ternyata benar. Karena selain medan terjal, membawa tas carrier menambah beban pendakian menjadi lebih berat. Dengan kata lain, yang saya lakukan dinamakan Summit Attack + Lintas.
Sampai di puncak gunung untuk pertama kalinya. Saya dibuat kecewa, karena cuaca berkabut. Akibatnya pemandangan terbatas, dan hanya bisa berfoto dengan batu dan melihat aktifitas pendaki lain, weks. Ada beberapa hal yang baru saya tahu, ternyata kebanyakan pendaki tidak membawa tas ke puncak dan malah kertas bertuliskan sesuatu. Angin dan suhu udara pun juga sangat dingin disini, membuat saya hanya sebentar saja dan segera turun menuju alun-alun surya kencana, yaitu arah yg berbeda dari saya datang.
Kali ini saya dibuat kagum melihat pemandangan di alun-alun surya kencana (surken). Ternyata ini adalah lembah dengan pemandangan yg indah karena terhamparnya dataran rumput dihiasi bunga edelweiss ditepinya dan tempat ini membentang menuju jalur turun ke Ciputri sambil diapit dua dataran tinggi yg berisikan pepohonan. Tak ingin melewati kesempatan ini, saya langsung berpose, cekrek. Disini lebih bagus daripada puncak, gumam saya dalam hati.
Perjalanan turun semakin saya percepat, karena badan semakin terasa sangat kedinginan diserta rasa lelah hebat. Keadaannya semakin tidak karuan, karena kelompok kami terbagi menjadi dua dan diperparah banyak yg kelaparan akibat persiapan logistik makanan yg buruk. Akhirnya, membeli makanan mie instant yg dijual pedagang di sepanjang jalur pendakian. Agak aneh, niat camping dan survival tapi malah beli makanan di tempat camping. Dilema, karena saya tidak setuju dengan adanya pedagang di tempat camping atau gunung, tapi malah beli makanan instant karena terpaksa, hhe.
Setelah makan, energi kembali ada walau sedikit dan kelompok kami kembali dipersatukan waktu. Perjalanan turun menuju basecamp gunung putri kami lanjutkan sambil ditemani hujan tipis-tipis.
Sampai diakhir cerita perjalanan yang nantinya akan saya rangkum dalam kategori Pendaki Banyak Daki. Berikut beberapa pembelajaran penting dari perjalanan saya kali ini :
- Persiapkan bahan makanan dan peralatannya, wabil khusus kemampuan memasaknya terutama nasi.
- Memilih tempat untuk mendirikan tenda harus mengutamakan kenyamanan dan keamanan.
- Minimalisir membawa beban berat, karena perjalanan summit ke puncak gunung cenderung lebih sulit.
- Memastikan membawa pakaian kering untuk salin jika terjadi kedinginan hebat atau dalam keadaan kehujanan (emergency).
- Hindari pendakian di bulan dengan cuaca berkabut atau hujan, karena tidak ada pemandangan indah selain kabut.
- Terkadang, perjalanan pendakian bisa lebih indah daripada puncak yg kita tuju.