Di negeri tercinta ini, sampah sudah menjadi pemandangan yang lumrah kita temui di kehidupan sehari-hari, sampah organik maupun sampah anorganik. Apakah itu berupa sampah yang berserekan di jalanan, sampah yang menumpuk di TPA, sampah yang mengapung mengikuti aliran sungai, sampah yang menyatu dengan lapisan tanah adalah hal yang sangat lumrah kita semua lihat, seperti kasus-kasus yang sering kita jumpai di berita-berita. Ini disebabkan, tentunya oleh budaya orang-orang yang tidak bisa membuang sampah pada tempatnya dan tidak peduli lingkungan serta infrastruktur dan teknologi pengelolaan sampah yang masih kurang dari pemerintah.
Masalah sampah ini tidak bisa dianggap persoalan remeh-temeh karena menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional atau SIPSN, pada tahun 2024 Indonesia timbulan sampah yang ada di Indonesia mencapai 27,74 juta ton atau sekitar 76 ribu ton per harinya. Mayoritas timbunan sampah yang ada merupakan sisa-sisa makanan yang kebanyakan juga berasal dari sampah rumah tangga diikuti sampah dari aktivitas pasar, dilanjutkan dengan sampah plastik, kayu/ranting, kertas/karton dan yang lainnya berasal dari kumpulan-kumpulan sampah lainnya
Hasil penyelidikan dari Bank Dunia menempatkan Indonesia di posisi kelima sebagai penghasil sampah terbesar di dunia disebabkan Indonesia pada tahun 2022 memproduksi sampah sebesar 65,2 juta ton sampah. Universitas Multimedia Nusantara atau UMC juga, menobatkan Indonesia sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia.
Akibat-akibatnya pun juga tidak usah ditanya lagi karena kebanyakan dari kita sudah belajar ini di sekolah, bahwa sampah dapat mencemari tanah, air dan udara. Sampah dapat menyatu dengan lapisan tanah yang berakibat rusaknya kesuburan tanah dan ekosistem tanah dan juga merusak pemandangan sekitarnya. Air pun juga ikut tercemar, akibatnya kualitas air menjadi turun, air yang tercemar juga membawa penyakit seperti diare, kolera dan tifus, juga mengakibatkan ekosistemnya rusak. Selain dapat menyebabkan udara menjadi bau, sampah terutama yang ditimbun bisa menghasilkan gas metana yang dapat mempercepat pemanasan global.
Warga-warga yang ada di sekitar TPA juga bisa mengidap penyakit pernapasan, kulit dan penyakit menular lainnya disebabkan jumlah lalat, tikus dan hama yang meningkat terus. Timbunan sampah di berbagai TPA juga memiliki resiko sebagai penyebab kebakaran karena produksi gas metana yang tinggi.
Maka dari itu perlu ada tindakan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan masalah sampah ini. Pemerintah seharusnya lebih memodernisasi TPA dan teknologi pengolaan sampah serta sistem dalam mengelola sampah yang tidak hanya melibatkan lembaga pemerintah tapi juga swasta dan masyarakat.
Penyelesaian sampah juga harus dari sumbernya langsung yakni masyarakat sendiri, perlunya edukasi berkaitan kepada masyarakat luas seperti lebih banyak menggunakan tas yang ramah lingkungan, mendaur ulang sampah dan memisahkan sampah organik dan anorganik. Tips-tips juga bisa diajarkan salah satunya membawa kantong plastik sebagai tempat menampung sampah sementara, plastiknya boleh besar ataupun kecil dan jika kita tidak membawa kantong bisa kita simpan sementara di saku.
Ditingkatkannya pengembangan bank sampah, sistem komposting dan daur ulang di tingkat rumah tangga dan komunitas juga bisa menjadi solusi penanganan sampah. Ditetapkannya sanksi atau hukuman kepada pelanggar yang tidak mematuhi aturan agar dapat membuatnya jera agar mencegah praktik-praktik pembuangan sampah sembarangan yang memperburuk situasi termasuk solusi dari masalah ini.